Selasa, 30 Juni 2009

Spektrofotometer Serapan Atom (AAS)

1. Pengertian

Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) adalah suatu alat yang digunakan pada metode analisis untuk penentuan unsur-unsur logam dan metaloid yang berdasarkan pada penyerapan absorbsi radiasi oleh atom bebas.

2. Prinsip Dasar

Spektrofotometer serapan atom (AAS) merupakan teknik analisis kuantitafif dari unsur-unsur yang pemakainnya sangat luas di berbagai bidang karena prosedurnya selektif, spesifik, biaya analisisnya relatif murah, sensitivitasnya tinggi (ppm-ppb), dapat dengan mudah membuat matriks yang sesuai dengan standar, waktu analisis sangat cepat dan mudah dilakukan. AAS pada umumnya digunakan untuk analisa unsur, spektrofotometer absorpsi atom juga dikenal sistem single beam dan double beam layaknya Spektrofotometer UV-VIS. Sebelumnya dikenal fotometer nyala yang hanya dapat menganalisis unsur yang dapat memancarkan sinar terutama unsur golongan IA dan IIA. Umumnya lampu yang digunakan adalah lampu katoda cekung yang mana penggunaanya hanya untuk analisis satu unsur saja.
Metode AAS berprinsip pada absorbsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Metode serapan atom hanya tergantung pada perbandingan dan tidak bergantung pada temperatur. Setiap alat AAS terdiri atas tiga komponen yaitu unit teratomisasi, sumber radiasi, sistem pengukur fotometerik.
Teknik AAS menjadi alat yang canggih dalam analisis. Ini disebabkan karena sebelum pengukuran tidak selalu memerlukan pemisahan unsur yang ditentukan karena kemungkinan penentuan satu unsur dengan kehadiran unsur lain dapat dilakukan, asalkan katoda berongga yang diperlukan tersedia. AAS dapat digunakan untuk mengukur logam sebanyak 61 logam.
Sumber cahaya pada AAS adalah sumber cahaya dari lampu katoda yang berasal dari elemen yang sedang diukur kemudian dilewatkan ke dalam nyala api yang berisi sampel yang telah teratomisasi, kemudia radiasi tersebut diteruskan ke detektor melalui monokromator. Chopper digunakan untuk membedakan radiasi yang berasal dari sumber radiasi, dan radiasi yang berasal dari nyala api. Detektor akan menolak arah searah arus (DC) dari emisi nyala dan hanya mengukur arus bolak-balik dari sumber radiasi atau sampel.
Atom dari suatu unsur pada keadaan dasar akan dikenai radiasi maka atom tersebut akan menyerap energi dan mengakibatkan elektron pada kulit terluar naik ke tingkat energi yang lebih tinggi atau tereksitasi. Jika suatu atom diberi energi, maka energi tersebut akan mempercepat gerakan elektron sehingga
elektron tersebut akan tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi dan dapat kembali ke keadaan semula. Atom-atom dari sampel akan menyerap sebagian sinar yang dipancarkan oleh sumber cahaya. Penyerapan energi oleh atom terjadi pada panjang gelombang tertentu sesuai dengan energi yang dibutuhkan oleh atom tersebut.

3.Cara Kerja AAS :

1. pertama-tama gas di buka terlebih dahulu, kemudian kompresor, lalu ducting, main unit, dan komputer secara berurutan.
2. Di buka program SAA (Spectrum Analyse Specialist), kemudian muncul perintah ”apakah ingin mengganti lampu katoda, jika ingin mengganti klik Yes dan jika tidak No.
3. Dipilih yes untuk masuk ke menu individual command, dimasukkan nomor lampu katoda yang dipasang ke dalam kotak dialog, kemudian diklik setup, kemudian soket lampu katoda akan berputar menuju posisi paling atas supaya lampu katoda yang baru dapat diganti atau ditambahkan dengan mudah.
4. Dipilih No jika tidak ingin mengganti lampu katoda yang baru.
5. Pada program SAS 3.0, dipilih menu select element and working mode.Dipilih unsur yang akan dianalisis dengan mengklik langsung pada symbol unsur yang diinginkan
6. Jika telah selesai klik ok, kemudian muncul tampilan condition settings. Diatur parameter yang dianalisis dengan mensetting fuel flow :1,2 ; measurement; concentration ; number of sample: 2 ; unit concentration : ppm ; number of standard : 3 ; standard list : 1 ppm, 3 ppm, 9 ppm.
7. Diklik ok and setup, ditunggu hingga selesai warming up.
8. Diklik icon bergambar burner/ pembakar, setelah pembakar dan lampu menyala alat siap digunakan untuk mengukur logam.
9. Pada menu measurements pilih measure sample.
10. Dimasukkan blanko, didiamkan hingga garis lurus terbentuk, kemudian dipindahkan ke standar 1 ppm hingga data keluar.
11. Dimasukkan blanko untuk meluruskan kurva, diukur dengan tahapan yang sama untuk standar 3 ppm dan 9 ppm.
12. Jika data kurang baik akan ada perintah untuk pengukuran ulang, dilakukan pengukuran blanko, hingga kurva yang dihasilkan turun dan lurus.
13. Dimasukkan ke sampel 1 hingga kurva naik dan belok baru dilakukan pengukuran.
14. Dimasukkan blanko kembali dan dilakukan pengukuran sampel ke 2.
15. Setelah pengukuran selesai, data dapat diperoleh dengan mengklik icon print atau pada baris menu dengan mengklik file lalu print.
16. Apabila pengukuran telah selesai, aspirasikan air deionisasi untuk membilas burner selama 10 menit, api dan lampu burner dimatikan, program pada komputer dimatikan, lalu main unit AAS, kemudian kompresor, setelah itu ducting dan terakhir gas.

4.Bagian-Bagian pada AAS

a. Lampu Katoda

Lampu katoda merupakan sumber cahaya pada AAS. Lampu katoda memiliki masa pakai atau umur pemakaian selama 1000 jam. Lampu katoda pada setiap unsur yang akan diuji berbeda-beda tergantung unsur yang akan diuji, seperti lampu katoda Cu, hanya bisa digunakan untuk pengukuran unsur Cu. Lampu katoda terbagi menjadi dua macam, yaitu :
Lampu Katoda Monologam : Digunakan untuk mengukur 1 unsur
Lampu Katoda Multilogam : Digunakan untuk pengukuran beberapa logam sekaligus, hanya saja harganya lebih mahal.
Soket pada bagian lampu katoda yang hitam, yang lebih menonjol digunakan untuk memudahkan pemasangan lampu katoda pada saat lampu dimasukkan ke dalam soket pada AAS. Bagian yang hitam ini merupakan bagian yang paling menonjol dari ke-empat besi lainnya.
Lampu katoda berfungsi sebagai sumber cahaya untuk memberikan energi sehingga unsur logam yang akan diuji, akan mudah tereksitasi. Selotip ditambahkan, agar tidak ada ruang kosong untuk keluar masuknya gas dari luar dan keluarnya gas dari dalam, karena bila ada gas yang keluar dari dalam dapat menyebabkan keracunan pada lingkungan sekitar.
Cara pemeliharaan lampu katoda ialah bila setelah selesai digunakan, maka lampu dilepas dari soket pada main unit AAS, dan lampu diletakkan pada tempat busanya di dalam kotaknya lagi, dan dus penyimpanan ditutup kembali. Sebaiknya setelah selesai penggunaan, lamanya waktu pemakaian dicatat.

b. Tabung Gas

Tabung gas pada AAS yang digunakan merupakan tabung gas yang berisi gas asetilen. Gas asetilen pada AAS memiliki kisaran suhu ± 20000K, dan ada juga tabung gas yang berisi gas N2O yang lebih panas dari gas asetilen, dengan kisaran suhu ± 30000K. regulator pada tabung gas asetilen berfungsi untuk pengaturan banyaknya gas yang akan dikeluarkan, dan gas yang berada di dalam tabung. Spedometer pada bagian kanan regulator. Merupakan pengatur tekanan yang berada di dalam
tabung.
Pengujian untuk pendeteksian bocor atau tidaknya tabung gas tersebut, yaitu dengan mendekatkan telinga ke dekat regulator gas dan diberi sedikit air, untuk pengecekkan. Bila terdengar suara atau udara, maka menendakan bahwa tabung gas bocor, dan ada gas yang keluar. Hal lainnya yang bisa dilakukan yaitu dengan memberikan sedikit air sabun pada bagian atas regulator dan dilihat apakah ada gelembung udara yang terbentuk. Bila ada, maka tabung gas tersebut positif bocor.
Sebaiknya pengecekkan kebocoran, jangan menggunakan minyak, karena minyak akan dapat menyebabkan saluran gas tersumbat. Gas didalam tabung dapat keluar karena disebabkan di dalam tabung pada bagian dasar tabung berisi aseton yang dapat membuat gas akan mudah keluar, selain gas juga memiliki tekanan.

c. Ducting

Ducting merupakan bagian cerobong asap untuk menyedot asap atau sisa pembakaran pada AAS, yang langsung dihubungkan pada cerobong asap bagian luar pada atap bangunan, agar asap yang dihasilkan oleh AAS, tidak berbahaya bagi lingkungan sekitar. Asap yang dihasilkan dari pembakaran pada AAS, diolah sedemikian rupa di dalam ducting, agar ppolusi yang dihasilkan tidak berbahaya.
Cara pemeliharaan ducting, yaitu dengan menutup bagian ducting secara horizontal, agar bagian atas dapat tertutup rapat, sehingga tidak akan ada serangga atau binatang lainnya yang dapat masuk ke dalam ducting. Karena bila ada serangga atau binatang lainnya yang masuk ke dalam ducting , maka dapat menyebabkan ducting tersumbat.
Penggunaan ducting yaitu, menekan bagian kecil pada ducting kearah miring, karena bila lurus secara horizontal, menandakan ducting tertutup. Ducting berfungsi untuk menghisap hasil pembakara yang terjadi pada AAS, dan mengeluarkannya melalui cerobong asap yang terhubung dengan ducting

d. Kompresor
Kompresor merupakan alat yang terpisah dengan main unit, karena alat iniberfungsi untuk mensuplai kebutuhan udara yang akan digunakan oleh AAS, pada waktu pembakaran atom. Kompresor memiliki 3 tombol pengatur tekanan, dimana pada bagian yang kotak hitam merupakan tombol ON-OFF, spedo pada bagian tengah merupakan besar kecilnya udara yang akan dikeluarkan, atau berfungsi sebagai pengatur tekanan, sedangkan tombol yang kanan merupakantombol pengaturan untuk mengatur banyak/sedikitnya udara yang akan disemprotkan ke burner.
Bagian pada belakang kompresor digunakan sebagai tempat penyimpanan udara setelah usai penggunaan AAS. Alat ini berfungsi untuk menyaring udara dari luar, agar bersih.posisi ke kanan, merupakan posisi terbuka, dan posisi ke kiri meerupakan posisi tertutup. Uap air yang dikeluarkan, akan memercik kencang dan dapat mengakibatkan lantai sekitar menjadi basah, oleh karena itu sebaiknya pada saat menekan ke kanan bagian ini, sebaiknya ditampung dengan lap, agar lantai tidak menjadi basah., dan uap air akan terserap ke lap.

e. Burner

Burner merupakan bagian paling terpenting di dalam main unit, karena burner berfungsi sebagai tempat pancampuran gas asetilen, dan aquabides, agar tercampur merata, dan dapat terbakar pada pemantik api secara baik dan merata. Lobang yang berada pada burner, merupakan lobang pemantik api, dimana pada lobang inilah awal dari proses pengatomisasian nyala api.
Perawatan burner yaitu setelah selesai pengukuran dilakukan, selang aspirator dimasukkan ke dalam botol yang berisi aquabides selama ±15 menit, hal ini merupakan proses pencucian pada aspirator dan burner setelah selesai pemakaian. Selang aspirator digunakan untuk menghisap atau menyedot larutan sampel dan standar yang akan diuji. Selang aspirator berada pada bagian selang yang berwarna oranye di bagian kanan burner. Sedangkan selang yang kiri, merupakan selang untuk mengalirkan gas asetilen. Logam yang akan diuji merupakan logam yang berupa larutan dan harus dilarutkan terlebih dahulu dengan menggunakan larutan asam nitrat pekat. Logam yang berada di dalam larutan, akan mengalami eksitasi dari energi rendah ke energi tinggi. Nilai eksitasi dari setiap logam memiliki nilai yang berbeda-beda. Warna api yang dihasilkan berbeda-beda bergantung pada tingkat konsentrasi logam yang diukur. Bila warna api merah, maka menandakan bahwa terlalu banyaknya gas. Dan warna api paling biru, merupakan warna api yang paling baik, dan paling panas, dengan konsentrasi

f. Buangan pada AAS

Buangan pada AAS disimpan di dalam drigen dan diletakkan terpisah pada AAS. Buangan dihubungkan dengan selang buangan yang dibuat melingkar sedemikian rupa, agar sisa buangan sebelumnya tidak naik lagi ke atas, karena bila hal ini terjadi dapat mematikan proses pengatomisasian nyala api pada saat pengukuran sampel, sehingga kurva yang dihasilkan akan terlihat buruk.
Tempat wadah buangan (drigen) ditempatkan pada papan yang juga dilengkapi dengan lampu indicator. Bila lampu indicator menyala, menandakan bahwa alat AAS atau api pada proses pengatomisasian menyala, dan sedang berlangsungnya proses pengatomisasian nyala api. Selain itu, papan tersebut juga berfungsi agar tempat atau wadah buangan tidak tersenggol kaki. Bila buangan sudah penuh, isi di dalam wadah jangan dibuat kosong, tetapi disisakan sedikit, agar tidak kering.

5. Keuntungan metode AAS

Keuntungan metode AAS dibandingkan dengan spektrofotometer biasa yaitu spesifik, batas deteksi yang rendah dari larutan yang sama bisa mengukur unsur-unsur yang berlainan, pengukurannya langsung terhadap contoh, output dapat langsung dibaca, cukup ekonomis, dapat diaplikasikan pada banyak jenis unsur, batas kadar penentuan luas (dari ppm sampai %). Sedangkan kelemahannya yaitu pengaruh kimia dimana AAS tidak mampu menguraikan zat menjadi atom misalnya pengaruh fosfat terhadap Ca, pengaruh ionisasi yaitu bila atom tereksitasi (tidak hanya disosiasi) sehingga menimbulkan emisi pada panjang gelombang yang sama, serta pengaruh matriks misalnya pelarut.

————————————————————————————————————————————————————
Bayu Haryanto – biasa disapa Ubay. Penikmat senja yang bermimpi untuk explore Indonesia dengan tagline #JajahNagariAwak. Pemotret yang suka dipotret. Perngkai kata dalam blog kidalnarsis.blogspot.com. Jejaring sosial Twitter @beyubay dan Instagram @beyubaystory.
Traveling  Explore  Journalism  Photograph  Writer  Share  Inspire

 ©Hak Cipta Bayu Haryanto. Jika mengkopi-paste tulisan dan foto ini di situs, milis, dan situs jaringan sosial harap tampilkan sumber dan link aslinya secara utuh. Terima kasih.

-->

Senin, 29 Juni 2009

Titrasi Asam Basa

Titrasi merupakan suatu metoda untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah dikethaui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh bila melibatan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa, titrasi redox untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang melibatan pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagainya. (disini hanya dibahas tentang titrasi asam basa) Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai “titrant” dan biasanya diletakan di dalam Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai “titer” dan biasanya diletakkan di dalam “buret”. Baik titer maupun titrant biasanya berupa larutan.

Prinsip Titrasi Asam basa
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya. Titrant ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekuivalen ( artinya secara stoikiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai “titik ekuivalen”. Pada saat titik ekuivalent ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume titrant, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titrant.
Cara Mengetahui Titik Ekuivalen
Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam basa.
1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan, kemudian membuat plot antara pH dengan volume titrant untuk memperoleh kurva titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah “titik ekuivalent”
2. Memakai indicator asam basa. Indikator ditambahkan pada titrant sebelum proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen terjadi, pada saat inilah titrasi kita hentikan.Pada umumnya cara kedua dipilih disebabkan kemudahan pengamatan, tidak diperlukan alat tambahan, dan sangat praktis.Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa adalah indicator yang perbahan warnanya dipengaruhi oleh pH. Penambahan indicator diusahakan sesedikit mungkin dan umumnya adalah dua hingga tiga tetes.Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih sedekat mungkin dengan titik equivalent, hal ini dapat dilakukan dengan memilih indicator yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan.Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indicator disebut sebagai “titik akhir titrasi”.
Rumus Umum Titrasi
Pada saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalent asam akan sama dengan mol-ekuivalent basa, maka hal ini dapat kita tulis sebagai berikut:
mol-ekuivalen asam = mol-ekuivalen basa
Mol-ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara Normalitas dengan volume maka rumus diatas dapat kita tulis sebagai:
NxV asam = NxV basa
Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion H+ pada asam atau jumlah ion OH pada basa, sehingga rumus diatas menjadi:
nxMxV asam = nxVxM basa
keterangan :
N = Normalitas
V = Volume
M = Molaritas
n = jumlah ion H+ (pada asam) atau OH – (pada basa)

Titrasi kompleksometri adalah salah satu metode kuantitatif dengan memanfaatkan reaksi kompleks antara ligan dengan ion logam utamanya, yang umum di indonesia EDTA ( disodium ethylendiamintetraasetat/ tritiplex/ komplekson, dll ).
Kestabilan termodinamik (dari) suatu spesi merupakan ukuran sejauh mana spesi ini akan terbentuk dari spesi-spesi lain pada kondisi-kondisi tertentu, jika sistem itu dibiarkan mencapai keseimbanagan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan kompleks, yaitu :
a. Kemampuan mengkompleks logam-logam.
Kemampuan mengkompleks relatif (dari) logam-logam digambarkan dengan baik menurut klarifikasi Schwarzenbach, yang dalam garis besarnya didasarkan atas pembagian logam menjadi asam Lewis (penerima pasangan elektron) kelas A dan kelas B.
b. Ciri-ciri khas ligan itu.
Di antara ciri-ciri khas ligan yang umum diakui sebagai mempengaruhi kestabilan kompleks dalam mana ligan itu terlibat, adalah :
1. kekuatan basa dari ligan itu,
2. sifat-sifat penyepitan (jika ada), dan
3. efek-efek sterik (ruang).
Keinertan atau kelabilan kinetik dipengaruhi oleh banyak faktor, tetapi pengamatan umum berikut ini merupakan pedoman yang baik akan perilaku kompleks-kompleks dari berbagai unsur, yaitu diantaranya :
1. Unsur grup utama, biasanya membentuk kompleks-kompleks labil.
2. Dengan kekecualian Cr(III) dan Co(III), kebanyakan unsur transisi baris-pertama, membentuk kompleks-kompleks labil.
3. Unsur transisi baris kedua dan baris ketiga, cenderung membentuk kompleks-kompleks inert.
Suatu reaksi kompleks dapat dipakai dalam penitaran apabila:
ü Kompleks cukup memberikan perbedaan pH yang cukup besar pada daerah titik setara.
Beberapa jenis senyawa Kompleks
Ada 2 jenis lignand dilihat dari jumlah atom donor di dalamnya :
1. Ligand monodentat : terdapat 1 atom di dalamny
2. Ligand polidentat : terdapat lebih dari 1 atom donor di dalamnya
Contoh beberapa komplekson :
1. Asam nitrilotriasetat(III)
Nama lainnya adalah :
• NITA
• NTA
• Komplekson I
2 . Asam trans-1,2-diaminosikloheksana-N,N,N’,N’-tetraasetat(IV)
Nama lainnya adalah:
• EDTA
• DcyTA
• DCTa
• Komplekson IV
3. Asam 2,2′2etilenadioksibis(etiliminodiasetat) (V)
Nama lainnya:
• Asam etilenaglikolbis (2-aminoetil eter) N,N,N’,N-tetraasetat (EGTA)
4. Asam trietilenatetramina-N,N,N’,N”,N”’,N”’-heksaasetat (TTHA)
Ø Jenis-jenis titrasi EDTA, yaitu :
1. Titrasi langsung
2. Titrasi balik
3. Titrasi penggantian atautitrasi substitusi
4. Titrasi alkalimetri
5. Macam-macam metode
Kurva pada titrasi EDTA dibuat dengan memplot pM (logaritma negatif dari konsentrasi ion logam bebas : pM = -log[Mn+]) pada sumbu y dan volume larutan EDTA yang ditambahkan pada sumbu x.
Ø Faktor-faktor yang akan membantu menaikkan selektivitas, yaitu :
1. Dengan mengendalikan pH larutan dengan sesuai
2. Dengan menggunakan zat-zat penopeng
3. Kompleks-kompleks sianida
4. Pemisahan secara klasik
5. Ekstraksi pelarut
6. Indikator
7. Anion-anion
8. ‘Penopengan Kinetik’
Ø Macam-macam indikator logam, yaitu diantaranya :
1. Mureksida (C.I. 56085)
2. Hitam Solokrom (Hitam Eriokrom T)
3. Indikator Patton dan Reeder
4. Biru Tua Solokrom atau Kalkon
5. Kalmagit
6. Kalsikrom (calcichrome)
7. Hitam Sulfon F Permanen (C.I. 26990)
8. Violet Katekol (Catechol Violet) atau Violet Pirokatekol (Pyrocatechol Violet)
9. Merah Bromopirogalol (Bromopyrogalol Red)
10. Jingga Xilenol (Xylenol Orange)
11. komplekson Timolftalein (Timolftalein)
12. Biru Metiltimol (Komplekson Biru Metiltimol)
13. Zinkon (Zincon) atau 1-(2-hidroksi-5-sulfofenil)-3-fenil-5-(2-karboksifenil)-formazan
14. Biru Variamina (C.I. 37255)
Kesalahan titrasi kompleksometri tergantung pada cara yang dipakai untuk mengetahui titik akhir. Pada prinsipnya ada dua cara, yaitu kelebihan titran yang pertama ditunjukkam atau berkurangnya konsentrasi komponen tertentu sampai batas yang ditentukan, dideteksi.
1. Kesalahan titrasi dihitung dengan cara yang sama pada titrasi pengendapan.
2. Digunakan senyawa yang membentuk senyawa kompleks yang berwarna tajam dengan logam yang ditetapkan. Warna ini hilang atau berubah sewaktu logam telah diikat menjadi kompleks yang lebih stabil. Misalnya EDTA.

————————————————————————————————————————————————————
Bayu Haryanto – biasa disapa Ubay. Penikmat senja yang bermimpi untuk explore Indonesia dengan tagline #JajahNagariAwak. Pemotret yang suka dipotret. Perngkai kata dalam blog kidalnarsis.blogspot.com. Jejaring sosial Twitter @beyubay dan Instagram @beyubaystory.
Traveling  Explore  Journalism  Photograph  Writer  Share  Inspire

 ©Hak Cipta Bayu Haryanto. Jika mengkopi-paste tulisan dan foto ini di situs, milis, dan situs jaringan sosial harap tampilkan sumber dan link aslinya secara utuh. Terima kasih.

Sabtu, 27 Juni 2009

Spektrofotometri

Spektrofotometri merupakan metode analisis yang didasarkan pada absorpsi radiasi elektromagnet. Cahaya terdiri dari radiasi terhadap mana mata manusia peka, gelombang dengan panjang berlainan akan menimbulkan cahaya yang berlainan sedangkan campuran cahaya dengan panjang-panjang ini akan menyusun cahaya putih. Cahaya putih meliputi seluruh spektrum nampak 400-760 mm (Anonim, 1979).

Spektrofotometri ini hanya terjadi bila terjadi perpindahan elektron dari tingkat energi yang rendah ke tingkat energi yang lebih tinggi. Perpindahan elektron tidak diikuti oleh perubahan arah spin, hal ini dikenal dengan sebutan tereksitasi singlet (Khopkar, 2003).

Keuntungan utama pemilihan metode spektrofotometri bahwa metode ini memberikan metode sangat sederhana untuk menetapkan kuantitas zat yang sangat kecil (Anonim, 1979).

Spektrofotometri menyiratkan pengukuran jauhnya penyerapan energi cahaya oleh suatu sistem kimia itu sebagai suatu fungsi dari panjang gelombang radiasi, demikian pula pengukuran penyerapan yang menyendiri pada suatu panjang gelombang tertentu (Underwood, 1986).

Dalam analisis spektrofotometri digunakan suatu sumber radiasi yang menjorok ke dalam daerah ultraviolet spektrum itu. Dari spektrum ini, dipilih panjang-panjang gelombang tertentu dengan lebar pita kurang dari 1 nm (Anonim, 1979).

Spektroskopi adalah studi mengenai antaraksi antara energi cahaya dan materi. Warna-warna yang nampak dan fakta bahwa orang bisa melihat, adalah akibat-akibat absorpsi energi oleh senyawa organik maupun anorganik. Penangkapan energi matahari oleh tumbuhan dalam proses fotosintesis adalah suatu aspek lain dari antaraksi senyawa organik dengan energi cahaya. Yang merupakan perhatian primer bagi ahli kimia organik ialah fakta bahwa panjang gelombang pada mana suatu senyawa organik menyerap energi cahaya, bergantung pada struktur senyawa itu. Oleh karena itu teknik-teknik spektroskopi dapat digunakan untuk menentukan struktur senyawa yang tak diketahui dan untuk mempelajari karakteristik ikatan (dari) senyawa yang diketahui (Fessenden, 1986).

Serapan cahaya oleh molekul dalam daerah spektrum ultraviolet bergantung pada struktur elektronik dari molekul. Spektra ultarviolet dan terlihat dari senyawa-senyawa organik berkaitan erat transisi-transisi di antara tingkatan-tingkatan tenaga elektronik. Disebabkan karena hal ini, maka serapan radiasi ultraviolet/terlihat sering dikenal sebagai spektroskopi elektronik. Transisi-transisi tersebut biasanya antara orbital ikatan antara orbital ikatan atau orbital pasangan bebas dan orbital non ikatan tak jenuh atau orbital anti ikatan. Panjang gelombang serapan adalah merupakan ukuran dari pemisahan tingkatan-tingkatan tenaga dari orbital-orbital yang bersangkutan. Pemisahan tenaga yang paling tinggi diperoleh bila elektron-elektron dalam ikatan σ tereksitasi yang menimbulkan serapan dalam daerah dari 120-200 nm. Daerah ini dikenal sebagai daerah ultraviolet vakum dan relatif tidak banyak memberikan keterangan. Di atas 200 nm eksitasi sistem terkonjugasi π segera dapat diukur dan spektra yang diperoleh memberikan banyak keterangan. Dalam praktek, spektrometri ultraviolet digunakan terbatas pada sistem-sistem terkonjugasi (Sidohadmadjojo, 1985).

Dalam analisis spektrofotometri digunakan suatu sumber radiasi yang menjorok ke dalam daerah ultraviolet spektrum itu. Dari spektrum ini, dipilih panjang-panjang gelombang tertentu dengan lebar pita kuarng dari 1 nm. Proses ini memerlukan penggunaan instrumen yang lebih rumit dan karenanya lebih mahal. Instrumen yang digunakan untuk maksud ini adalah spektrofotometer, dan seperti tersirat dalam nama ini, instrumen ini sebenarnya terdiri dari dua instrumen dalam satu kotak sebuah spektrometer dan sebuah fotometer (Bassett et. all., 1994).

Pengukuran absorbansi atau transmitansi dalam spektroskopi ultraviolet dan daerah tampak digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif spesies kimia. Absorbansi spesies ini berlangsung dalam dua tahap, yang pertama yaitu M + hv = M*, merupakan eksitasi spesies akibat absorpsi foton (hv) dengan waktu hidup terbatas (10-8 – 10-9 detik). Tahap kedua adalah relaksasi dengan berubahnya M* menjadi spesies baru dengan reaksi fotokimia. Absorbsi dalam daerah ultraviolet dan daerah tampak menyebabkan eksitasi elektron ikatan. Puncak absorbsi (λmaks) dapat dihubungkan dengan jenis ikatan-ikatan yang ada dalam spesies. Spektroskopi absorbsi berguna untuk mengkarakterisasikan gugus fungsi dalam suatu molekul dan untuk analisis kuantitatif. Spesies yang mengabsorpsi dapat melakukan transisi yang meliputi (a) elektron,σ, π, n (b) elektron-elektron d dan f (c) transfer muatan elektron (Khopkar, 2003).

Cahaya terdiri dari radiasi terhadap mana mata manusia peka, gelombang dengan panjang berlainan akan menimbulkan cahaya dengan warna berlainan sedangkan campuran cahaya dengan panjang-panjang gelombang ini akan menyusun cahaya putih. Cahaya putih meliputi seluruh spektrum nampak 400-760 nm. Jangka panjang gelombang kasar diberikan pada tabel berikut:

Tabel 1. Panjang Gelombang Untuk Beberapa Jenis Cahaya

Ultraviolet < 400 nm Kuning 570-590 nm

Violet 400-450 nm Jingga 590-620 nm

Biru 450-500 nm Merah 620-760 nm

Hijau 500-570 nm Inframerah > 760 nm

Pengamatan mata terhadap warna timbul dari penyerapan selektif panjang gelombang tertentu dari sinar masuk oleh obyek berwarna. Panjang gelombang yang lain atau dipantulkan atau diteruskan, menurut keadaan obyek itu, dan diterima oleh mata sebagai warna obyek itu. Jika suatu obyek tak tembus cahaya nampak putih, semua panjang gelombang dipantulkan sama kuat; jika obyek itu nampak hitam, sangat sedikit cahaya dengan panjang gelombang apa pun dipantulkan; jika obyek itu nampak biru, panjang-panjang gelombang yang menimbulkan rangsangan biru dipantulkan, dan sebagainya (Bassett et. all., 1994).

*SUMBER

Bassett, J., R.C. Denney, G.H. Jeffery, dan J. Mendham, 1994, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Fessenden & Fessenden, 1986, Kimia Organik Jilid 1, Erlangga, Jakarta.

Khopkar, S.M., 2003, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI Press, Jakarta.

Sidohadmadjojo, 1985, Spektroskopi, Liberty, Yogyakarta.

————————————————————————————————————————————————————
Bayu Haryanto – biasa disapa Ubay. Penikmat senja yang bermimpi untuk explore Indonesia dengan tagline #JajahNagariAwak. Pemotret yang suka dipotret. Perngkai kata dalam blog kidalnarsis.blogspot.com. Jejaring sosial Twitter @beyubay dan Instagram @beyubaystory.
Traveling  Explore  Journalism  Photograph  Writer  Share  Inspire

 ©Hak Cipta Bayu Haryanto. Jika mengkopi-paste tulisan dan foto ini di situs, milis, dan situs jaringan sosial harap tampilkan sumber dan link aslinya secara utuh. Terima kasih.